Mengapa hal itu bisa terjadi? Sebab tidak sedikit manusia menduga bahwa puasa itu hanya sekadar menahan lapar dan haus saja, dan mereka juga memahami bahwa puasa itu adalah pengendalian hawa nafsu selama bulan Ramadan saja, lalu setelah Ramadhan mereka kembali dikendalikan oleh hawa nafsunya. Jika hal itu menimpa kita, maka sangat memperhatinkan. Itu artinya kita belum memahami hakikat dari berpuasa. Dimana hakikat puasa bukan sekadar menahan hawa nafsu dari rasa lapar dan haus. Namun hakikat puasa pengendalian diri secara total dengan kendali iman. Selain mengendalikan mulut dari makan dan minum, puasa juga mengendalikan lidah dari perkataan yang tidak terpuji, seperti bohong, bergunjing, bergosip (gibah), caci maki dan lain lainnya.
Puasa juga pengendalian mata (ghadhul bashar) dari memandang hal yang diharamkan Allah Subhannahu Wa Ta'ala seperti melihat tontonan aurat, tontonan maksiat dan lain lain. Puasa juga mengendalikan telinga dari mendengarkan hal-hal yang tidak diridhoi Allah seperti mendegar musik hura-hura, mendengar gosip dan lain-lain. Puasa juga mengendalikan kaki dan tangan dari tingkah laku yang tidak diridhai Allah. Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam:
"Siapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak terpuji, maka bagi Allah Subhannahu Wa Ta'ala tidak ada artinya dia meninggalkan makan dan minumnya (percuma dia berpuasa)." (HR.Buhari dari Abu Hurairah).
Demikianlah hakikat puasa yang akan membawa manusia beriman menuju taqwa yang merupakan puncak kemuliaan manusia di hadapan Allah Subhannahu Wa Ta'ala. Puasa juga mengandung makna pembangunan atau pembentukkan karakter, penguasaan atas hawa nafsu dan suatu inspirasi ke arah kreativitas individual dan sosial. Puasa juga telah menjadi bagian dari pilar-pilar Islam yang merupakan kewajiban agama bagi semua orang yang berimankan tauhid. Dan karena itu barangsiapa yang menolaknya maka ia termasuk dalam golongan yang ingkar agama. Puasa juga merupakan tanda lahir dari ketaatan, penyerahan dan peribadatan kepada Allah Subhannahu Wa Ta'ala. Allah Subhannahu Wa Ta'ala berfirman:
"Puasa itu untuk-Ku, karena itu Akulah yang akan memberi ganjaraannya langsung!” (Bihar al-Anwaar 96:255).
Dengan puasa seorang muslim mengungkapkan penyerahannya (taslim) kepada perintah Allah, sambutannya atas kehendak-Nya, dan merupakan penolakkan yang tegas atas penguasaan hawa nafsu atas dirinya, dan hasrat pribadinya. Puasa menjadi sebuah manifestasi dari ketaatan makhluk-Nya kepada Kehendak Yang Maha Kuasa. Ekspresi yang diungkapkan lewat puasa ini mewakili bentuk penguasaan diri, dan usaha dalam mengatasi kesenangan-kesenangan jasadi dan berbagai kenikmatan badani demi kecintaan Allah yang penuh berkat, kedekatan kepada-Nya dan gairah untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karomallahu Wajha berkata: "Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, do'anya mustajab (dikabulkan), amalnya diterima. Sesungguhnya bagi seorang yang berpuasa di saat berbuka do'anya tidak tertolak!" (Bihar al-Anwar 93:360)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda: "Sesungguhnya ada satu surga yang pada pintunya ada penjaga yang melarang siapapun masuk kecuali orang-orang yang berpuasa." (Al-Bihar 96:252)
Imam Ja'far Shadiq berkata: "Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya." (Furu' al-Kafi 4:65)
 
No comments:
Post a Comment